Teori
Terbentuknya Alam Semesta, Tata Surya, dan Bumi
TEORI TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA
Oleh; Fathurrahman
BAB I
PENDAHULUAN
Rasa ingin tahu (curiosity) selalu muncul ketika kita dihadapkan
pada alam semesta yang di dalamnya mengandung banyak misteri. Curiosity
manusia dapat mengubah no thing menjadi know a lot of thing. Rasa
ingin tahu jugalah yang memunculkan pelbagai penelitian serta pengujian dari
hipotesa akhir dan bila hal itu terbukti kebenarannya maka akan terbentuk suatu
bidang ilmu.
Curiosity tidak hanya tertanam dalam benak pikiran ilmuan dan peneliti
namun juga tertanam subur pada anak-anak. Mereka seringkali menanyakan sesuatu
yang tak disangka-sangka dan kita kebablakan untuk menjawabnya. Yang perlu
diingat jangan sekali-kali memberikan jawaban tanpa pengetahuan karena jawaban
anda akan selalu diingat dengan kuat.
Curiosity tercerdas dimiliki oleh para ilmuan astronom dahulu. Mereka
sangat terangsang otaknya dengan melihat sesuatu yang sangat sulit dijangkau
jasmani. Namun berkat pemikirannya sekarang kita dapat mengetahui tentang alam
semesta.
Dalam makalah ini kita mencoba meningkatkan curiositas yang tertanam dalam
diri kita yakni tentang alam semesta. Bagainama terbentuknya? Serta benda-benda
di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alam Semesta, Galaksi, dan Tata Surya
Alam Semesta
Pengertian
alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah
benda-benda yang mempunyai ukuran sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel,
amuba, dan sebagainya. Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai
ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet, dan galaksi.[3]
Konsep pemikiran manusia tentang pusat universe atau alam semesta sangat
radikal. Awalnya para ilmuan astronom menetapkan bahwa manusialah yang sebagai
pusat, yang diberi nama teori egosentris. Setelah itu mereka menetapkan bumi
yang menjadi pusat yang ditokohi oleh Cladius Ptolemeus. Teori ini dikenal
dengan geosentris. Namun setelah itu Nicolas Copernicus mengungkap teori baru
di mana matahari dijadikan pusat alam semesta, heliosentris. Namun saat ini
mereka baru menyadari bahwa teoti tersebut lebih cocok digelayutkan pada tata
surya. Dan tata surya hanyalah sebagian dari galaksi, dan galaksi adalah satu
kumpulan bintang dari banyak kumpulan bintang di alam semesta.
Galaksi
Langit
dihiasi bintang-bintang yang jumlahnya tak terhitung, yang bisa diamati dengan
mata telanjang maupun teropong bintang. Bintang-bintang berkumpul dalam suatu
gugusan, meskipun antar-bintang berjauhan di angkasa.[4]
Dari penjelasan Ismail al-Juwasy tersebut dapat kita katakan bahwa galaksi tak
ubahnya bak sekumpulan anak ayam yang tak mungkin untuk dipisahkan dari
induknya. Di mana ada anak ayam di situ pasti ada induknya. Sama halnya
bintang-bintang di angkasa sana mereka tak mungkin gemerlap sendirian tanpa
disandingi dengan bintang lainnya.
Galaksi yang sering kita dengar adalah Bimasakti atau milky way. Kalau
kita cermati agak aneh nama milky way tersebut karena dari benda angkasa luar
diumpamakan dengan susu. Namun dari keanehan tersebut terdapat keunikan, yakni
bintang bertebaran di langit pada malam hari seperti susu yang tercecer di
langit. Galaksi kita berbentuk spiral, dapat kita samakan dengan lingkaran obat
nyamuk jika dilihat dari atas dan seperti gasing bila dilihat dari
samping. Galaksi kita tidak sebundar lingkaran namun berbentuk elips. Hal ini
dibuktikan dengan ukannya yang memiliki panjang sekitar 100 tahun cahaya dan
lebar 10 tahun cahaya dan tata surya kita berada 30 tahun cahaya dari pusat
galaksi.[5]
Selain galaksi Bimasakti kita juga dapat melihat beberapa galaksi dengan
mata telanjang ataupun dengan alat. Yang diungkap oleh para ilmuan yakni
galaksi Andromeda, Awan Megallianic Besar dan Awan Megallanic Kecil. Galaksi
Andromeda lebih besar daripada Milky way.
Tata Surya
Tata surya
terdiri dari matahari, Sembilan planet dan berbagai benda langit seperti
satelit, komet, dan asteroid.[6]
Tata surya tak lebih hanyalah gugusan kecil dari benda-benda langit dan satu
bintang. Tata surya adalah bagian kecil dari galaksi.
Kita kenal dengan sembilan planet mungkin ketika sekolah dasar, dari
sebilan planet tersebut terbagi dua bagian yaitu planet dalam dan planet luar.
Planet dalam adalah planet yang dekat dengan matahari yang terdiri dari
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Sedangkan Yupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus, dan Pluto –yang sekarang tereliminasi– termasuk planet luar.
B. TEORI ASAL MULA ALAM SEMESTA
Teori
Letusan Hebat
Berbagai
teori tentang jagad raya membentuk suatu bidang studi yang dikenal sebagai
kosmologi. Einstein adalah ahli kosmologi modern pertama. Tahun 1915 ia
menyempurnakan teori umumnya tentang relativitas, yang kemudian diterapkan pada
pendistribusian zat di luar angkasa. Pada tahun 1917 secara matematik
ditentukan bahwa tampaknya ada massa bahan yang hampir seragam yang
keseimbangannya tak tentu antara kekuatan tarik gravitasi dan kekuatan olek
atau kekuatan dorong kosmik lain yang tak dikenal.
Pada tahun 1922 seorang ahli fisika Rusia muncul dengan pemecahan soal itu
secara lain, yang mengatakan bahwa kekuatan tolak tidak berperan bahkan jagad
raya terus meluas dan seluruh partikel terbang saling menjauhi dengan kecepatan
tinggi. Karena kekuatan tarik gravitasi, perluasan itu terus melambat.
Sebelumnya, partikel-partikel itu telah bergerak keluar bahkan lebih cepat
lagi. Dalam model jagat raya ini dahulu perluasan mulai pada saat yang unik
yang disebut “letusan hebat”.
Teori letusan hebat rupanya begitu berlawanan dengan pengetahuan astronomi
zaman sekarang, yang mula-mula sedikit menarik perhatian. Akhirnya sebanyak
bintang dalam galaksi Bimasakti bukannya saling menjauhi satu sama lain, tetapi
malahan berjalan dalam orbit sirkular mengelilingi wilayah pusatnya yang padat.
Akan tetapi, pada tahun 1929 Edwin Hubble, ketika itu ahli astronomi di
Observatorium Mount Wilson, mengemukakan bahwa berbagai galaksi yang telah
diamatinya sebenarnya menjauhi kita, dan menjauhi yang lain, dengan kecepatan
sampai beberapa ribu kilometer per-detik.
Rupanya galaksi-galaksi ini, seperti halnya Bimasakti kita, menjaga
keutuhan bentuk internalnya selama waktu yang panjang. Galaksi-galaksi itu
secara sendiri-sendiri mengarungi angkasa raya, kira-kira sebagain unit atau
partikel yang bergerak mengarungi ruang angkasa. Teori Einstein dapat
diterapkan pada berbagai galaksi, sebagai ganti bintang-bintang.[7]
Teori
Keadaan Tetap
Kalau kita
kembali ke tahun 1948, tidaklah ditemukan informasi yang cukup untuk menguji
teori letusan hebat itu. Ahli Astronomi Inggris Fred Hoyle dan beberapa ahli
astro-fisika Inggris mengajukan teori yang lain, teori keadaan tetap yang
menerangkan bahwa jagat raya tidak hanya sama dalam ruang angkasa –asas
kosmologi- tetapi juga tak berubah dalam waktu asas kosmologi yang sempurna.
Jadi, asas kosmologi diperluas sedemikian rupa sehingga menjadi “sempurna” atau
“lengkap” dan tidak bergantung pada peristiwa sejarah tertentu. Teori keadaan
tetap berlawanan sekali dengan teori letusan hebat.
Dalam teori kedua, ruang angkasa berkembang menjadi lebih kosong sewaktu
berbagai galaksi saling menjauh. Dalam teori keadaaan tetap, kita harus
menerima bahwa zat baru selalu diciptakan dalam ruang angkasa di antara
berbagai galaksi, sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan
galaksi yang menjauh. Orang sepakat mengatakan bahwa zat baru itu ialah
hydrogen, yaitu sumber yang menjadi asal usul bintang dan galaksi.
Penciptaan zat berkesinambungan dari ruang angkasa yang tampaknya kosong
itu diterima secara skeptis oleh para ahli, sebab hal ini rupanya melanggar
salah satu hukum.[8]
TEORI
TERBENTUKNYA TATA SURYA
Melihat kenyataan bahwa planet-planet bergerak mengelilingi matahari dengan
orbitnya yang berebentuk elips dengan arah peredaran yang sama yaitu berlawanan
arah jarum jam jika melihatnya dari kutub utara, ternyata arah revolusi
planet-planet dan satelitnya yaitu arah negative. Ini berlawanan dengan yang
kita amati di bumi, peredaran harian benda-benda langit seperti matahari, bulan
dan bintang berarah positf seperti arah peredaran harian matahari yang terbit
di timur lalu naik dan kemudian terbenam di barat. Adanya realitas yang
demikian membuat para ahli astronomi berkesimpulan bahwa tata surya terbentuk
dari material yang berputar dengan arah negative, hal ini kemudian memunculkan
beberapa teori tentang terjadinya tata surya sebagai berikut:
1. Teori Nebule atau teori kabut, yang dikemukakan ole Immanuel Kant
(1749-1827) dan Piere Simon de Laplace (1796).
Matahari dan planet berasal dari sebuah kabut pijar yang berpilin di dalam
jagat raya, karena pilinannya itu berupa kabut yang membentuk bulat seperti
bola yang besar, makin mengecil bola itu makin cepat putarannya. Akibatnya
bentuk bola itu memepat pada kutubnya dan melebar di bagian equatornya bahkan
sebagian massa dari kabut gas menjauh dari gumpalan intinya dan membentuk
gelang-gelang di sekeliling bagian utama kabut itu, gelang-gelang itu kemudian
membentuk gumpalan padat inilah yang disebut planet-planet dan satelitnya.
Sedangkan bagian tengah yang berpijar tetap berbentuk gas pijar yang kita lihat
sekarang sebagai matahari.[9]
Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun, tetapi
sekarang telah benyak ditinggalkan karena: (1) tidak mampu memberikan
jawaban-jawaban kepada banyak hal atau masalah di dalam tata surya kita dan (2)
karena munculnya banyak teori baru yang lebih memuaskan.[10]
2. Teori Planetesimal, Thomas C. Chamberlin (1843-1928) seorang ahli geologi
dan Forest R. Moulton (1872-1952) seorang astronom.
Disebut Planetesimal yang berarti planet kecil karena planet terbentuk dari
benda padat yang memang telah ada. Matahari telah ada sebagai salah satu dari
bintang-bintang yang banyak, pada satu waktu ada sebuah bintang yang berpapasan
pada jarak yang tidak terlalu jauh akibatnya terjadi pasang naik antara
matahari dan bintang tadi. Pada waktu bintang itu menjauh sebagian massa dari
matahari itu jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian lain berhamburan
di sekeliling matahari inilah yang disebut dengan planetesimal yang kelak
kemudian menjadi planet-planet yang beredar pada orbitnya dan mengelilingi
matahari.
3. Teori Pasang Surut, Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys (1891)
keduanya dari Inggris, teori ini hampir sama dengan teori Planetesimal.
Setelah bintang itu berlalu dengan gaya tarik bintang yang besar pada
permukaan matahari terjadi proses pasang surut seperti peristiwa pasang
surutnya air laut di bumi akibat gaya tarik bulan. Sebagian massa matahari itu
membentuk cerutu yang menjorok kearah bintang itu mengakibatkan cerutu itu
terputus-putus membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuran yang
berbeda-beda, gumpalan itu membeku dan kemudian membentuk planet-planet.
Teori ini menjelaskan mengapa planet-planet di bagian tengah seperti
Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus merupakan planet raksasa sedangkan di
bagian ujungnya merupakan planet-planet kecil. Kelahiran kesembilan planet itu
karena pecahan gas dari matahari yang berbentuk cerutu itu maka besarnya
planet-planet iti berbeda-beda yang terdekat dan terjauh besar tetapi yang di
tengah lebih besar lagi.[11]
4. Teori Awan Debu, dikemukakan oleh Carl von Weizsaeker (1940) kemudian
disempurnakan oleh Gerard P Kuiper (1950).
Tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Gumpalan awan itu
mengalami pemampatan, pada proses pemampatan itu partikel-partikeldebu tertarik
ke bagian pusat awan itu membentuk gumpalan bola dan mulai berpilin dan
kemudian membentuk cakram yang tebal di bagian tengah dan tipis di bagian
tepinya. Partikel-partikel di bagian tengah cakram itu saling menekan dan
menimbulkan panas dan berpijar, bagian inilah yang kemudian menjadi matahari.
Sementara bagian yang luar berputar sangat cepat sehingga terpecah-pecah
menjadi gumpalan yang lebih kecil, gumpalan kecil ini berpilin pula dan membeku
kemudian menjadi planet-planet.
5. Teori
Bintang Kembar
Teori ini
hampir sama dengan teori planetesimal.Dahulu matahari mungkin merupakan bintang
kembar,kemudian bintang yang satu meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena ada
pengaruh gaya gravitasi bintang,maka kepingan-kepingan yang lain bergerak
mengitari bintang itu dan menjadi planet-planet.Sedangkan bintang yang tidak
meledak menjadi matahari.[12]
6. Teori Ledakan (Big Bang), George Gamow, Alpher dan Herman.
Alam pada saat itu belum merupakan materi tetapi pada suatu ketika berubah
menjadi materi yang sangat kecil dan padat, massanya sangat berat dan
tekanannya besar, karena adanya reaksi inti kemudian terjadi ledakan hebat.
Massa itu kemudian berserak dan mengembang dengan sangat cepat menjauhi pusat
ledakan dan membentuk kelompok-kelompok dengan berat jenis yang lebih kecil dan
trus bergerak, menjauhi titik pusatnya.
Dentuman besar itu terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar dengan
kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dari volume yang sangat
kecil. Alam semesta lahir dari singularitas fisis dengan keadaan ekstrem. Teori
Big Bang ini semakin menguatkan pendapat bahwa alam semesta ini pada awalnya
tidak ada tetapi kemudian sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta dari
ketiadaan.[13]
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang.
Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa,
sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain
itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta.
Bukti yang ’seharusnya ada’ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua
peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa
sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat
memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang
angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi
peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson
dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit COBE (Cosmic Background
Explorer). COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi
latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan
Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah
terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi
terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.
Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang
angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium
di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi
hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak
memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen
ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium.
Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh
masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu
pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah
diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihtatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS.
Al-Mulk, 67:3)[14]
C. Teori Asal Mula Bumi
Lima miliar
tahun yang lalu,system tata surya kita tidak ada. Yang ada hanyalah awan debu
dan gas yang secara perlahan berubah bentuk.sembilan planet, termasuk Bumi,
dibentuk dari materi yang menggumpal, menyerupai gumpalan bola salju, di dalam
kabut. Mengenai teori sejarah asal terbentuknya bumi sebagai berikut;[15]
· Proses
dimulai sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu di pusat nebula matahari.
· Matahari
terbentuk di pusat awan ini. Sementara itu, gas dan bahan lain di bagian
luarnya menggumpal.
· Bebatun
kecil berubah menjadi lebih besar, membentuk cikal bakal planet, atau protoplanet
dengan diameter beberapa kilometre.
· Protoplanet
saling bertumbuhan satu sama lain dan menggumpal hingga mencapai ukuran planet
(memiliki diameter beberapa ribu kilometer). Hingga ratusan juta tahun, planet
tersebut dibombardir secara kuat dan terus menerus oleh bebatuan lain.
· Sekitar 4,5
miliar tahun yang lalu, bumitelah diselimuti oleh lautan larva yang berasal
dari bebatuan yang terbakar dan luasnya mencapai beberapa kilometre.
· Secara
perlahan, lautan larva tersebut mendingin membentuk kerak yang dihantam terus
menerus oleh berbagai meteor dan komet.
· Planet muda
kita juga mengalami aktifitas vulkanik yang melepaskan lapisan udara secara
radikal, lapisan udara ini berbeda dengan lapisan udara saat ini. Keberadaan
air dimungkinkan berassal dari kedalaman bumi atau dibawa dari angkasa oleh
komet dan membentuk laut. Pada saat bersamaan, kerak bumi berupa menjadi benua.
· Kemunculan
benua, laut, dan lapisan oksigen rendah menghasilkan proses pembentukan molekul
yang lebih kompleks, yang menuntun terciptanya fenomena yang luar biasa, yaitu
kehidupan. Bahkan lebih mengejutkan lagi, kehidupan dengan sangat cepat muncul
dari laut, kurang dari satu miliar tahun setelah bumi tecipta. Kehidupan
memerlukan beberapa miliar tahun lagi ke daratan.
BAB III PENUTUP
Sampai sekarang belum ada teori yang benar-benar tepat untuk mengambarkan
masa depan alam semesta. Pertanyaan kita sekarang tentang suatu hal pada
akhirnya akan terjawab , namun setelah itu akan muncul beberapa pertanyaan
baru. Demikianlah yang akan terjadi jika kita bertanya tentang alam semesta,
kita tidak akan pernah puas karena sifat curiosity kita. Seringkali kita
mendapati suatu pertanyaan yang sangat mendasar, yang mendapat jawaban membuat
hati kita kagum, heran, takzim dan sampai pada tingkat suatu perenungan bahwa
betapa luar biasa kuasa tuhan alam semesta ini.
Demikian makalah ini kami buat. Di dalamnya terdapat kesalahan dan itu
adalah hal yang niscaya. Karena kita tempat kesalahan dan lupa. Kami mengharap
kritik saran membangun anda, agar dapat memperbaiki diri selaku mahluk sosial.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembacanya. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
· Purnama, Heri, Ilmu Alamiah
Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
· Ismail al-Jawisy, Muhammad, Maha
Besar Allah Atas Semua Ciptaan-Nya, Jogjakarta: Garailmu, 2009.
· Jasin, Maskoeri, Ilmu
Alamiah Dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
· Tjasyono HK, Bayong, Ilmu
Kebumian dan Antariksa, Bandung: Rosda, 2009.
· Endarto, Danang, Pengantar
Kosmografi, cet. I, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2005.
· Maskufa, Ilmu Falaq,
cet. I, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
· Fredette Claude Lefleur,
Nathalie, penerjemah; Hendro Setyanto, Understanding The Universe,
Jackues Fortin, 2006.
[2] Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, Penerima
Beasiswa Santri Berprestasi Kementrian Agama RI
[4] Muhammad Ismail al-Jawisy, Maha Besar Allah Atas Semua Ciptaan-Nya,
Jogjakarta: Garailmu, 2009, hal. 243
[7] Danang Endarto, Pengantar Kosmografi, cet. I, Surakarta: LPP
UNS dan UNS Press, 2005, hal. 77-78
[15] Nathalie Fredette Claude Lefleur, penerjemah; Hendro Setyanto,
Understanding The Universe, Jackues Fortin, 2006, hal. 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar